Berjaya Selama Tiga Dekade, Ini Awal Runtuhnya Bisnis Sudono Salim Pasca 1998

0

Sudono Salim yang merupakan pendiri dari perusahaan Salim Group pernah berjaya selama tiga dekade. Hal ini tidak lepas dari kedekatannya dengan Presiden RI kedua, Soeharto.

Setelah zaman kemerdekaan, Sudono berkiprah sebagai pengusaha impor cengkeh dan logistik. Karena jaringan bisnis ini membuat Kolonel Soeharto ingin bekerja sama dengannya.

Soeharto dan Salim pertama kali berkenalan melalui perantara sepupunya yaitu Sulardi. Dirinya kemudian menjadi penyuplai logistik pasukan Kolonel Soeharto pada masa Perang Kemerdekaan (1945-1949).

“Setelah Soeharto meraih kekuasaan di Indonesia pada pertengahan 1960-an dan menjadi presiden, dia didukung oleh kelompok kroni pengusaha, yang terbesar dan terkuat adalah Liem Sioe Liong,” tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016).

Setelah Soeharto berkuasa, Salim mendapatkan banyak perlindungan dalam usahanya. Soeharto melindungi Liem dan memastikan bisnisnya berjalan lancar.

Sebagai timbal balik, Liem lewat kerajaan bisnis Salim Group menyalurkan dana kepada Soeharto, keluarga, dan kroni lainnya. Alhasil, kedua pihak pun berjaya di jalannya masing-masing.

Salim sukses terdaftar sebagai orang terkaya di Indonesia. Sedangkan Soeharto juga sukses memegang kuasa di Tanah Air. Namun, kejayaan keduanya tiba-tiba hancur sekejap dalam waktu beberapa hari saja di Mei 1998.

Target Amukan Massa

Sudono Salim (Wikipedia)
Baca Juga  Menikmati Beken Mirae, Resto BBQ dengan Cita Rasa Korea yang Laris Manis di Bandung

Selama tiga dekade, Salim bisa membangun tiga kerajaan bisnis di tiga sektor antara lain perbankan (Bank Central Asia, BCA), bangunan (Indocement), dan makanan (Bogasari dan Indofood). Namun, itu semua perlahan rontok saat memasuki krisis 1998.

Hal yang terparah adalah BCA yang selama masa krisis nasabah menarik dana secara massal dan besar-besaran. Ratusan orang rela antre berjam-jam untuk menguras seluruh tabungannya.

Karena itulah BCA menjadi bank yang terancam bangkrut ketika itu. Hingga akhirnya, rangkaian krisis ini mencapai puncak pada Mei 1998.

Kedekatan Salim dengan Soeharto ternyata membawa malapetaka. Munculnya sentimen anti-Soeharto buntut meluasnya krisis ekonomi ke kemelut politik menjadi pukulan telak bagi Salim.

Rakyat yang mengetahui kedekatan keduanya menjadikan Salim sebagai target sasaran. Salim sebagai orang terkaya juga harus dihancurkan. Ini terjadi usai unjuk rasa beralih menjadi kerusuhan rasial pada 13 Mei 1998.

Hari itu, Jakarta dan sekitarnya dilanda kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran terhadap rumah, bangunan pertokoan dan banyak kendaraan (Kompas, 14 Mei 1998). Aksi ini dilakukan oleh massa yang sudah terprovokasi.

Mereka menyasar bangunan dan kendaraan milik orang Tionghoa, bahkan menargetkan orang Tionghoa itu sendiri. Jemma Purdey dalam Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia 1996-1999 (2013) menjelaskan munculnya sentimen rasial terhadap Tionghoa disebabkan karena ada stereotip bahwa mereka patut dibenci hanya karena kaya raya dan dekat dengan penguasa Soeharto. Dan tokoh sentral yang melekat dengan deskripsi itu adalah Sudono Salim.

“Perusahaan para cukong dan keluarga Soeharto merupakan sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Bank Central Asia milik Liem Sioe Liong merupakan objek serangan utama,” tulis sejarawan Ricklefs.

Dalam penceritaan Richard Borsuk dan Nancy Chng, sebagai target amukan massa, beruntung saat kerusuhan terjadi Sudono Salim, istri dan beberapa anaknya sedang berada di Amerika Serikat menemani Salim yang bakal operasi mata. Di Jakarta, hanya ada Anthony Salim yang bekerja di Wisma Indocement, Jl. Sudirman. Anthony kala itu sampai tidak berani pulang ke rumah bapaknya di kawasan Roxy.

Sebab, kerusuhan massa juga menyasar permukiman warga Tionghoa. Dikhawatirkan, jika Salim berdiam diri di rumahnya, dia bisa terbunuh. Prediksi itu kemudian benar terjadi.

Pagi hari tanggal 14 Mei, Anthony menerima kabar kalau rumah bapaknya didatangi sekelompok pemuda bertampang mengancam, bersenjatakan jerigen bahan bakar dan perkakas. Mereka ingin masuk ke rumah mewah Liem.

Anthony tak berkutik. Dia segera memerintahkan satpam untuk mempersilahkan massa masuk merusak rumahnya, ketimbang dihadang dan terjadi pertumpahan darah.

“Dalam sekejap, seluruh mobil di garasi terbakar, termasuk juga seisi rumah. Mereka membakar furnitur, mencopot lukisan dan mengobrak-abrik kamar. Bahkan mereka mencoret-coret rumah dengan kata-kata tidak pantas,” tutur Anthony kepada Richard Borsuk dan Nancy Chng.

Setelah beberapa menit melakukan itu, asap hitam dengan cepat membumbung tinggi dari kediaman Salim. Di jalanan, foto Salim dilempari batu dan dibakar oleh massa yang marah. (Kompas, 15 Mei 1998). Melihat situasi Jakarta yang sangat parah, Anthony langsung berpikir untuk pergi meninggalkan kantornya.

Dia takut kalau kantornya bakal bernasib sama seperti rumahnya. Dia lantas pergi ke Bandara Halim untuk menuju Singapura memakai pesawat jet pribadi. Dari sanalah, Anthony memantau perkembangan bisnisnya setelah masa-masa sulit itu.

Keruntuhan Kerajaan Bisnis

Indomie (Wikipedia)
Baca Juga  Enterpreneur Wajib Tahu! Ini Syarat Agar Usahamu Menjadi Franchise

Setelah kerusuhan mereda, BCA mengalami kerugian paling parah. Tercatat ada 122 cabang rusak yang terdiri dari 17 kantor terbakar habis, 26 cabang dirusak dan dijarah, dan 75 cabang rusak tetapi tidak dijarah. Lalu, ada 150 ATM yang dirusak dan diambil uang tunainya hingga menelan kerugian Rp 3 miliar.

Selain BCA, Indofood juga mendapat serangan. Pabriknya di Solo dijarah dan dibakar hingga menelan kerugian Rp 42 miliar. Pusat distribusinya di Tangerang juga hancur dijarah massa. Hanya Indocement yang masih bisa bertahan.

Meski begitu, pukulan telak terjadi di kerajaan bisnis sektor perbankan. Seminggu setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, BCA diambil alih oleh pemerintah karena kondisi keuangannya semakin berdarah-darah tak tertolong. Pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) resmi menjadikan BCA sebagai BTO (Bank Taken Over). Pengambilalihan ini bertujuan untuk menolong BCA agar tidak jatuh terlalu dalam.

Sejak itulah, BCA tidak lagi menjadi milik keluarga Salim. Richard Borsuk dan Nancy Chng menyebut untuk menghidupi kembali mesin-mesin kekayaannya, Salim hanya mengandalkan Indofood.

Kini, 25 tahun setelah kejadian memilukan itu, bisnis keluarga Salim mulai berjaya. Bisnisnya pun tidak hanya Indofood, tetapi juga merambah sektor migas, konstruksi, dan perbankan.

Sementara itu, diketahui Medikaloka Hermina berencana membangun rumah sakit bertaraf internasional di kawasan IKN. Rumah sakit ini ditargetkan dapat beroperasi pada Agustus 2024.

Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.

WhatsApp Chat Icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *