Dale Schroeder mendapat pujian publik setelah memberikan bantuan pendidikan ke universitas kepada 33 anak muda dari keluarga miskin di Lowa, Amerika Serikat pada 2005 sampai 2019.
Ketika meninggal dunia pada 2005, Dale Schroeder meninggalkan dua pasang celana jeans, mobil butut, dan uang warisan USD3 juta untuk biaya kuliah anak-anak kurang mampu di kampung halamannya.
Uang warisan yang setara dengan Rp46,43 miliar itu dititipkannya kepada pengacaranya, Stephen V. Nielsen, untuk dikelola sebagai biaya kuliah bagi anak-anak berasal dari keluarga ekonomi bawah.
Uang USD3 juta yang dikelola sejak 2005 sampai dengan 2019, dan rupanya cukup untuk membiayai pendidikan universitas bagi 33 anak di universitas negeri setempat.
Dimuat dari majalah For Iowa (28/11), banyak penerima dana pendidikan warisan Schroeder adalah generasi pertama di keluarganya yang akhirnya bisa berkuliah.
“Schroeder mempercayakan uang warisannya ini untuk digunakan membantu anak-anak orang asing, tidak ada satu pun penerima beasiswa ini yang mengenal Schroeder secara langsung,” tutur Nielsen.
Seorang yatim
Schroeder adalah yatim yang dibesarkan oleh ibunya. Dirinya bekerja sebagai tukang kayu selama 67 tahun di tempat yang sama, yakni Moelh Millwork. Ia juga hidup sederhana dan tidak pernah berfoya-foya.
Dirinya hanya punya dua pasang jeans, satu untuk digunakan ke gereja, dan satu untuk digunakan bekerja sehari-hari. Schroeder tidak pernah menikah, tidak punya anak, dan tidak pernah menginjakkan kaki di bangku perkuliahan.
Karena itulah dia ingin membantu anak-anak yang kurang beruntung agar dapat merasakan pendidikan yang tidak pernah dirasakannya. Dikutip dari This is Iowa (28/11), seorang teman, Walt Tomenga, pernah memberikan saran terkait donasi dan sumbangan.
Tetapi dirinya tak mau menyumbangkan uangnya secara asal-asalan. Dia ingin membantu anak-anak dari keluarga miskin untuk berkuliah di universitas. Schroeder juga tidak ingin warisannya sembarangan diberikan kepada sekolah.
Ia ingin Walt dan Nielsen, pengacaranya, untuk mengelola uang warisannya untuk dijadikan beasiswa. Setelah Schroeder meninggal dunia, keduanya bekerja sama dengan sebuah lembaga, Acing the Test (ACT), untuk menyaring murid-murid yang layak untuk dikuliahkan.
“Kami mencari kandidat seperti Schroeder, yang meskipun hidupnya sulit, masih punya jiwa petarung yang kuat untuk berusaha,” kata Nielsen.
Menulis empat essay
Para kandidat yang mendaftar diminta untuk menuliskan empat essay dengan tema yang ditentukan, lantas dinilai oleh lembaga ACT untuk menyaring kandidat terbaik.
Kemudian Nielsen dan Walt akan mewawancara kandidat terpilih. Beasiswa dari warisan Schroeder ini mulai berjalan pada 2007, tiap anak menerima biaya kuliah selama empat tahun penuh di universitas negeri setempat.
Anak terakhir menerima beasiswa pada 2015, dan lulus pada 2019 sebagai terapis. Kini, setiap tahun anak-anak yang dikuliahkan oleh mendiang Dale Schroeder berkumpul dengan Steve Nielsen dan Walt Tomenga untuk berbagi cerita tentang Dale Schoeder.
“Mereka semua menanyakan tentang Dale. Kami menjaganya tetap hidup lewat cerita-cerita kepada anak-anak ini,” kata Nielsen.
Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.