‘Geef Mij Maar Nasi Goreng’ merupakan lagu yang cukup populer di era 90-an. Lagu yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Beri Aku Nasi Goreng” itu diciptakan Wieteke van Dort yang akrab disapa Tante Lien.
Tante Lien merupakan seorang wanita Belanda kelahiran Surabaya pada 16 Mei 1943 di Surabaya dan tinggal di Kota Pahlawan hingga usia 14 tahun. Lirik lagu itu menggambarkan kerinduan Lien kepada suasana Surabaya.
Hal ini bisa dilihat dalam lirik lagu ini yang menceritakan mengenai nasi goreng yang ada sambal, kerupuk, lontong, terasi, serundeng, dan bandeng. Tak ketinggalan tahu petis, kue lapis, onde-onde, ketela, bakpao, ketan, serta gula Jawa.
Cerita nasi goreng
Dimuat dari Detik, Lien yang sudah berusia 14 harus kembali bersama orang tuanya ke Belanda karena kondisi politik di Indonesia. Walau tinggal di Belanda, dia selalu rindu dengan Indonesia, khususnya Surabaya sebagai tempat lahirnya.
Karena itulah dia menciptakan lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng. Kuncarsono Prasetyo, pegiat sejarah dari Perkumpulan Begandring Soerabaia pernah berbincang dengan Tante Lien saat wanita itu datang ke Surabaya.
Dia bertemu dengan Tante Lien di acara reuni orang-orang Belanda yang lahir di Indonesia pada 2018. Kuncar mengenang pertemuan singkat itu penuh makna dan berkesan.
“Saat itu datang ke Surabaya untuk reuni. Saya dijadikan guide oleh komunitas mereka. Itu sekitar 4 atau 5 tahun lalu, ya sebelum pandemi COVID-19, salah satu bintang tamunya adalah Tante Lien,” kata Kuncar saat itu.
Kuncar mengatakan Tante Lien lebih suka menyebut komunitas orang-orang Belanda kelahiran Indonesia itu dengan Indische. Artinya, orang belanda yang berkultur Hindia Belanda.
Tak ayal, baik Tante Lien maupun kawan-kawannya itu meski tinggal di Belanda sangat lancar berbicara Bahasa Indonesia terutama bahasa Ngoko atau bahasa sehari-hari di Surabaya.
Kuncar mengatakan Tante Lien banyak membuat lagu, salah satunya Geef Mij Maar Nasi Goreng. Melalui lagu itu Tante Lien bermaksud mencari pembenaran dari penikmatnya bahwa kuliner di Indonesia memang bikin kangen.
“Di lagu itu, kalau menurut Tante Lien, maksudnya mempertanyakan ‘Anda (Indische) rindu kan ada nasi goreng, krupuk petis, dan makanan lainnya?’,” ujarnya.
Selain nasi goreng, kata Kuncar, ada sejumlah lagu kerinduan Tante Lien akan Surabaya. Mulai dari Ramboet Itam Matanja Galak, Op de Pasar Malam, hingga Terug naar Soerabaia.
“Ada lagi lagu berjudul Terug naar Soerabaia yang artinya kembali ke Surabaya,” katanya.
Rasa kecewa

Tante Lien menceritakan rasanya kecewanya kepada kondisi Surabaya dalam lagu Terug naar Soerabaia. Tahun 1960-an saat dia datang ke Surabaya lagi, Tante Lien melihat kondisi Kota Pahlawan berubah.
“Saat itu beliau melihat situasi di Surabaya itu tidak seperti saat dia lahir di sini. Mulai panas, pohon ditebangi, lalin macet, dan banyak kemiskinan,” katanya.
Selain itu, Tante Lien juga menciptakan beberapa karya lain yang bernada mengejek pemerintah Belanda yang telah melepas Indonesia yang kaya akan segalanya begitu saja.
“Beberapa lagunya itu menurut Tante Lien dijadikan ejekan pada keputusan politik belanda yang melepas Hindia Belanda, sehingga ya dijadikan olok-olok kepada pemerintah,” ujarnya.
“Ada beberapa lagu olok-olok kepada pemerintah, dia sempat bilang ‘Keputusan politik itu salah melepas Hindia Belanda’, ini di luar konteks politik ya. Karena menurut dia harus tetap menjadi bagian dari Hindia Belanda karena Hindia Belanda itu kaya,” tuturnya.
Namun, apapun bentuk kekecewaannya Tante Lien itu tidak melunturkan kecintaan dan kerinduannya terhadap Kota Surabaya. Kenangan selama 14 tahun bermasyarakat dengan arek-arek Suroboyo itu begitu membekas.
“Bagaimanapun juga, dia tetap rindu Surabaya. Karena dia itu Indische, dia seniman dan juga penulis buku. Dulu, tinggalnya di Jalan Embong Macan yang sekarang jadi Taman Ade Irma Suryani Nasution. Rumahnya sekarang sudah jadi gereja,” katanya.
Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.
