Warung Tegal (Warteg) menjadi primadona bagi masyarakat Jabodetabek ketika ingin menyantap makanan murah. Warteg memang mempunyai sejarah panjang bagi pecintanya.
Sejarah Warteg bahkan telah terbentang sejak masa Sultan Agung Hanyokrokusumo memerintah Mataram Islam. Sosoknya yang dipercaya sebagai pencipta awal konsep Warteg.
ketika Sultan Agung menyerang VOC di Batavia, Tegal peran sentral, di mana menjadi jalur yang dilalui oleh pasukan Mataram.
Di mana ketika penyerbuan ke Batavia, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu, dengan cara menyediakan makanan murah bagi prajurit Mataram.
Saat itu Bupati Tegal, Kyai Rangga meminta agar rakyat mempersiapkan telur asin dan orek tempe sebagai perbekalan. Dua menu tersebut dipilih karena diyakini bisa bertahan cukup lama saat dibawa oleh prajurit.
“Telur asin dan orek tempe itu makanan yang dibawa prajurit Mataram ke Batavia agar awet dan tahan lama,” ujar Koordinator Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni yang dimuat Valid.
Jalur logistik
Sejarawan H.J De Graaf menjelaskan pelabuhan Tegal menjadi depot logistik Sultan Agung dalam perang Jayakarta. Tetapi VOC ternyata sudah mengetahui rencana dari Sultan Agung ini karena adanya pengkhianat.
Karena informasi ini, Belanda mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis.
“Total kerugian yang diderita Mataram di Tegal sebanyak 4.000 pikul bersama dengan 200 perahu,” tulis J.W.van. Dapperen.
Karena pusat logistiknya dihancurkan kompeni, pasukan Mataram tidak bisa bertahan lama menyerang Batavia. Karena itu sebagian dari mereka memilih untuk mundur, tetapi ada juga yang tetap bertahan.
Bertahan hingga kini
Mukroni mengatakan para prajurit yang kalah lebih memilih bertahan di Jakarta. Mereka mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
Hingga akhirnya pada era 1960-an, perantau dari Tegal mulai mencari peruntungan ke Jabodetabek. Hingga menyebar seperti saat ini
Dikatakan olehnya, ciri-ciri peninggalan khas prajurit pun masih kental dalam desain warteg hari ini. Misalnya model warung dua pintu dari Warteg yang menandakan sebuah kepemimpinan dan kedisiplinan.
Hal yang masih bertahan lainnya adalah warna catnya yang berwarna hijau. Hal ini sangat kental dengan warna seorang prajurit. Juga dalam memesan makanan, masyarakat dibiarkan mengambil sendiri atau menunjuk menu yang dikehendaki layaknya di barak.
“Itu desainnya sama semua dan tertata. Itu yang memiliki kedisiplinan hanya keprajuritan,” jelasnya.
Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.