Bingxue (冰雪), dalam bahasa Mandarin, secara harfiah berarti “es dan salju”. Namun, dalam konteks budaya dan kuliner, bingxue merujuk pada berbagai makanan berbahan dasar es yang dinikmati dalam bentuk dessert atau camilan. Makanan ini mencakup hidangan es serut, es krim, dan varian dessert berbasis es lainnya yang sangat populer di China, terutama di musim panas.
Awal Mula Tradisi Makanan Berbahan Es di China
Tradisi menikmati makanan berbasis es di China dapat ditelusuri kembali ribuan tahun yang lalu. Pada masa Dinasti Tang (618-907 M), keluarga kekaisaran dan bangsawan sudah menikmati makanan berbahan es.
Mereka sering menggunakan salju alami yang dicampur dengan buah-buahan segar dan sirup manis untuk membuat hidangan penyejuk di musim panas.
Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan es dan salju yang disimpan dari musim dingin di bawah tanah dalam penyimpanan khusus yang disebut “bingjian” (冰鉴), semacam gudang es kuno.
Pada Dinasti Qing (1644-1912), teknik pembuatan es semakin maju dengan adanya peralatan yang lebih baik untuk memproduksi es dalam jumlah yang lebih besar.
Pada saat itu, masyarakat yang lebih luas mulai memiliki akses ke makanan berbahan dasar es, meskipun masih dianggap sebagai barang mewah.

Evolusi Hidangan Es di China
Memasuki abad ke-20, dengan teknologi pendinginan yang semakin berkembang, dessert berbahan es semakin populer dan bisa dinikmati oleh lebih banyak orang.
Salah satu hidangan es yang terkenal di China adalah bao bing (刨冰), yaitu es serut yang disajikan dengan berbagai topping seperti kacang merah, buah-buahan segar, jeli, sirup, dan susu kental manis.
Bao bing sangat mirip dengan dessert es serut yang ditemukan di berbagai negara Asia Timur dan Tenggara.
Pada pertengahan abad ke-20, terutama setelah Revolusi Kebudayaan, hidangan berbahan es ini tidak hanya populer di kalangan kelas menengah ke atas, tetapi juga menjadi camilan yang terjangkau bagi masyarakat umum.
Masuknya Bingxue dan Hidangan Berbahan Es ke Indonesia
Masuknya bingxue ke Indonesia tak lepas dari pengaruh perdagangan, imigrasi, dan budaya kuliner Tionghoa yang menyebar di Asia Tenggara. Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, banyak orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia, membawa serta tradisi kuliner mereka, termasuk hidangan berbahan es.
Beberapa hidangan es yang populer di kalangan komunitas Tionghoa di Indonesia, seperti es serut atau es campur, terinspirasi dari budaya dessert berbahan es dari China. Meskipun dengan adaptasi lokal, hidangan-hidangan ini tetap mempertahankan unsur dasar bingxue, yaitu penggunaan es serut yang dikombinasikan dengan berbagai topping seperti kacang, buah, dan sirup manis.
Selama masa kolonial Belanda, hidangan es serut mulai berintegrasi dengan makanan lokal dan mendapatkan popularitas di kalangan masyarakat Indonesia.
Para penjajah Eropa yang memperkenalkan teknologi es modern turut mempercepat penyebaran dessert berbahan es. Hingga akhirnya, di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, es serut dengan varian yang lebih lokal, seperti es teler dan es doger, menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Indonesia.

Pengaruh Global dan Inovasi
Pada era modern, dessert berbahan es dari China seperti snow ice (es salju) mulai mendapatkan tempat di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Kedai-kedai dessert modern yang menyajikan snow ice, bubble tea, dan dessert fusion Tionghoa-Indonesia mulai bermunculan, memperkenalkan cita rasa khas China yang lebih kontemporer ke masyarakat Indonesia.
Inovasi ini terus berkembang seiring dengan semakin terbukanya masyarakat terhadap kuliner internasional dan semakin banyaknya restoran Tionghoa yang mengusung dessert berbasis es di Indonesia.
Kini, selain menikmati es serut tradisional, masyarakat Indonesia juga bisa menikmati berbagai varian bingxue modern yang populer di China, menjadikannya bagian dari perjalanan panjang kuliner antara kedua negara.
Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.
