Ketua Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Ginting Supit menyoroti aksi boikot bisnis franchise asing yang masih terjadi di Indonesia. Aksi ini memang cukup berdampak kepada para pengusaha brand.
Levitq menjelaskan aksi boikot ini sebenarnya menjadi boomerang bagi bangsa sendiri. Karena banyak pengusaha franchise asing yang memperkerjakan orang lokal.
Hal ini disampaikannya dalam pembukaan pameran Franchise and License Expo Indonesia (FLEI) Business Show 2024 di Jakarta, Jumat (25/10/2024), Levita menjelaskan bahwa boikot bisnis franchise asing bisa menggangu stabilitas ekonomi masyarakat, khususnya para karyawan.
Dia pun meminta masyarakat Indonesia agar jangan memusuhi franchise asing meskipun terafiliasi dengan pihak tertentu yang dinilai buruk, karena bisnis tersebut sebenarnya dijalankan dan bahkan tidak sedikit yang dimiliki oleh anak bangsa.
“Waralaba internasional yang masuk ke Indonesia itu yang menjalankannya itu adalah anak bangsa juga. Jadi kita jangan memusuhi waralaba internasional yang ada di Indonesia karena owner-nya juga adalah anak bangsa,” kata Levita.
Bisa meniru hal baik
Levitq menegaskan franchise asing tersebut banyak memberikan peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk bisa bekerja di tempat usaha tersebut. Dirinya memberi contoh franchise asing F&B yang mempekerjakan ratusan karyawan lokal.
“Saya kasih contoh misalnya F&B. Di F&B itu semua rata-rata itu adalah anak bangsa yang kerja di situ. Jadi kita harus saling support,” kata dia.
Dirinya berharap agar masyarakat justru meniru hal baik yang bisa diambil dari franchise asing agar bisnis lokal juga bisa tampil di kancah internasional. Hal ini mengingat bisnis franchise menyumbang kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Yang baik daripada waralaba internasional yang ada di Indonesia kita ambil, kita pelajari, dan kita duplikasi di bisnis kita. Sehingga bisnis kita makin hari bisa makin berkembang. Seperti kita tahu bersama bahwa warah laba memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tuturnya.
Penurunan penjualan
Untuk diketahui, gerakan boikot khususnya terhadap brand yang terafiliasi dengan negara Israel memang masih menjadi tren di Indonesia. Jaringan kedai kopi Starbucks misalnya, babak belur karena boikot yang dikumandangkan masyarakat.
Pemegang lisensi waralaba Starbucks Tanah Air, PT Sari Coffee Indonesia bahkan memperkirakan penurunan penjualan akibat sentimen boikot Israel mencapai 35 persen. Padahal perusahaan telah menjelaskan bahwa pemegang lisensi Starbucks di Indonesia saat ini adalah perusahaan lokal.
Starbucks hanyalah salah satu dari banyak merek Barat yang mengalami penurunan pendapatan setelah boikot dan protes atas dukungan mereka terhadap Israel. Di media sosial, beredar daftar puluhan merek yang masuk daftar hitam karena dukungan mereka terhadap Israel.
Jika kamu ingin bertanya perihal franchise atau kemitraan, bisa menghubungi nomor WhatsApp di bawah ini.